Angsa Jenius

"Jika tidak sibuk dengan kebaikan, berarti kita tengah sibuk dalam keburukan, atau minimal kesia-siaan."

Obvious. One Old Song, One Thousand Memories

Thursday, November 28, 2013
Udara pagi Bandung hari ini dingin, rasanya kaki masih ingin bersembunyi di balik selimut tebal berwarna biru yang dilapisi selimut odol-odol, kain pantai sobek-sobek yang tak pernah jauh dari tempat tidur gw sejak kelas lima SD. Dan sepertinya ahli fisika harus mencari rumus baru untuk menemukan hubungan antara udara dingin dan besarnya gravitasi di atas kasur. Rasanya, beraaattt nian mau beranjak bangun.

We started as friends
But something happened inside me
Now I'm reading into everything
But there's no sign you hear the lightning, baby

You don't ever notice me turning on my charm
Or wonder why I'm always where you are~

Sampai akhirnya lagu Obvious-nya Westlife membangunkan paksa serabut-serabut otak yang masih bermalas-malasan seperti si empunya. One old song, one thousand memories.

Lagu itu, lagu lama yang pernah gw puter puluhan kali per hari hingga tampaknya pernah mencapai angka seratus. Lagu yang intronya aja bahkan udah bisa membangunkan ingatan akan banyak hal. Dulu.

I've made it obvious
Done everything but sing it
(I've crushed on you so long, but on and on you get me wrong)
I'm not so good with words
And since you never notice
The way that we belong
I'll say it in a love song

I've heard you talk about
(Heard you talk about)
How you want someone just like me (Bryan echo: just like me)
But everytime I ask you out
(Time I ask you out)
We never move pass friendly, no no

And you don't ever notice how I stare when we're alone
Or wonder why I keep you on the phone
You are my very first thought in the morning
And my last at nightfall
You are the love that came without warning
I need you, I want you to know

And sing it until the day you're holding me
I've wanted you so long but on and on you get me wrong
I more then adore you but since you never seem to see

But you never seem to see
I'll say it in this love song
Klise ya kedengerannya, lucu. Kaya anak SMP yang labil yang doyannya mengaitkan lagu tertentu dengan kejadian tertentu. Tapi kerja alam bawah sadar kadang-kadang memang terlampau luar biasa dan di luar kendali. Termasuk Obvious ini.... Obvious membawa gw ke bulan-bulan ini dua tahun lalu. Seperti buah yang ada dalam segelas es shanghai, rasanya secampur-campur itu. Iya, one old song, one thousand memories. 

Banyak kode rasanya tulisan kali ini. Ruwet. Seruwet codingan Java Struts yang error tak berkesudahan *eh

Update. I'm working on my draft, soon to be published book, in syaa Allah. Sengaja banget lapor disini biar makin tertekan buat segera dirampungkan dan ngga cuma dilihat foldernya tiap pagi. Doakaaan!

Perempuan Itu, Lo dan Gue

Tuesday, November 19, 2013
Perempuan itu mencoba mengeja kata yang sangat sulit terucap. Gue, elo. Lidah Jawanya belum pernah mengucap kata itu langsung, kata-kata yang hanya dia dengar dari televisi empat belas inchi di rumahnya di desa. Perempuan itu ragu bagaimana pelafalan yang benar dari dua kata itu. Gue, gua atau seperti beberapa teman barunya, gu? Gu? Ah gabungan huruf g dan u itu terdengar tak punya arti. Elo, lo atau lu? 

Tinggal di kota secara mendadak berarti harus menyesuaikan segala rupa, yang bisa jadi sangat asing ketika masih di desa. Perempuan itu, yang lidahnya masih sangat kaku untuk mengucap lo dan gue, berusaha meresapi prinsip dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Menginjak tanah Sunda dengan mayoritas teman-teman baru dari kota membuatnya harus bisa beradaptasi, mau tak mau. Bukankah bunglon saja pintar beradaptasi, dan perempuan ini diberi akal yang bunglon tak punya? Masa iya dia kalah dengan bunglon.

"Eh iya bentar ya, gue lagi di kosan. Lo tunggu aja di kampus, gue kesana sepuluh menit lagi.", ucap perempuan itu lewat telepon genggamnya yang tidak lebih canggih dari kepunyaan teman-temannya yang dari kota. Sony Ericsson K300i, teman-temannya sudah beralih ke gadget luaran terbaru yang pemberitaannya dimana-mana, blackberry. Perempuan itu bahkan belum pernah tahu seperti apa rasanya memegang blackberry yang terkenal itu. Lo dan gue berhasil dia ucapkan dengan fasih setelah seminggu berlatih di depan kaca.

"Nduk, kamu tu lho orang Jawa. Mbok nggak usah ikut-ikutan lo-gue-lo-gue. Kayak orang Jakarta aja. Aku-kamu wae rak uwis.", kata ibu perempuan itu dalam suatu siang yang hangat di desanya setelah mendengar anak perempuannya menelepon dan menyebut dua kata itu beberapa kali.

Perempuan itu masih menggenggam K300i miliknya, lalu sambil melepas nafas panjang dia meraih tangan sang ibu. 

"Buk. Aku ngomong lo-gue itu bukan berarti aku nggak Njawani lagi, bukan berarti aku ilang Jawane. Lo-gue cuma kupake ke temen-temen tertentu kok biar lebih nyaman pas ngobrol.", ibu masih diam memandang jauh ke depan. Tangannya belum dia lepaskan dari genggaman putrinya.

"Buk buk, temen-temen baruku tuh ya, baik-baik lho", perempuan itu membenahi posisi duduknya, kini menghadap ibu dengan dua tangannya menggenggam tangan kanan ibu. "Nggak cuma orang Jawa aja, banyak yang dari Sumatra, Jakarta, Sunda juga banyak. Sulawesi juga banyak. Seneng ya rasanya punya temen nggak cuma dari kabupaten sini aja. Aku banyak belajar dari mereka."

Ibunya masih mematung dengan pandangan jauh mengawang. Tampaknya dia khawatir dengan pergaulan anak sulungnya yang tujuhbelas tahun hidup di desa dan mendadak harus menjadi anak rantau di kota.

"Nduk, pinter-pinter ya jaga diri. Pinter-pinter milih teman."
Perempuan itu tersenyum, "Nggih Buk. Ibuk juga coba paham nggih, baik itu nggak selalu berarti Jawa, nggak cuma budaya Jawa aja yang baik Buk hehe." Dia mencoba terkekeh sendiri. "Kita orang Indonesia punya nilai universal yang disebut norma, kan Buk? Kan Ibuk yang pernah ngajarin aku gitu. Apalagi kita muslim, kita punya nilai-nilai yang nggak terbatas
daerah atau suku, nilai-nilai yang asalnya dari Allah, yang dulu tiap habis maghrib Ibuk ajari tiap hari pas aku SD, kan Buk? Jangan kuatir Ibuk cantiiik, ya? Ya ya ya?", perempuan itu mulai merajuk sambil cengar-cengir.

Ibunya tertawa. "Ah kamu ni kalau lagi ada maunya aja, bilang Ibuk cantik hahaha. Iya Nduk, Ibuk kadang lupa kamu udah tujuhbelas tahun, udah bisa mengambil beberapa keputusan sendiri. Kadang kok ya rasanya kamu masih kecil, masih sama kaya waktu SD."

Keduanya tertawa. 


credit photo by @ayuningtyas_i, fotografer favorit se-Purworejo <3
Perbedaan ada bukan untuk dihindari, melainkan untuk dijembatani. Salah paham bukan lantas harus dijadikan bahan perdebatan tanpa solusi, karena pada dasarnya salah paham terjadi lantaran perbedaan persepsi, yang lagi-lagi bisa dijembatani. Dengan apa? Dengan komunikasi.

Seninya Kosan Baru

Sunday, November 10, 2013
Did I tell you that I moved already? Yaay! After the colorful-like-a-rainbow 5 years living under the same roof, you know, finaleh!

Momen pasca lulus yang cukup menyita tenaga buat packing barang sebanyak alaium gambreng ke dalam kardus, ngangkut ke kosan baru dan nyusun di kamar baru dan menyita hati. Ah hati, kenapa harus ikut tersita sih. Meninggalkan tempat yang sudah sangat nyaman memang ngga segampang tukeran sandal. Terlebih, disana banyak kenangan yang tak bisa ikut diangkut dalam kardus. Kenangan ngerjain TP di semester awal kuliah, kenangan begadangan ngerjain tugas sambil nyanyi di depan kipas angin biar suaranya kaya Britney Spears di lagu Toxic, kenangan foto-foto alay pake webcam, kenangan bikin video lipsynch soundtrack filmnya Shah Rukh Khan pake dandan ala artis India tersohor, kenangan terburu-buru ke kampus karena sering kesiangan bangun, kenangan dapet surprise ulang tahun dari jendela, kenangan bersama keluarga kos-kosan PGA depan kuburan, and the most precious, kenangan jungkir balik ngerjain TA selama dua tahun, guling-guling bengong di kasur kalo stuck yang lalu ujung-ujungnya tidur. Luar biasa.

And there I was, found a new place to live, accidentally. Dari obrolan ngalor-ngidul, gw memutuskan untuk ngekos bulanan dengan orang yang baru gw kenal tiga bulan. Kind of exciting huh? Karena hidup bersama, di tempat yang sama, butuh berbagai toleransi. Then it really is a good luck to have her as roommate. Oh anyway she's Tari, energetic and lovely friend I knew just three months before I decide to move to her dorm. 


Ngekos bareng, tinggal di petak kotak yang sama dengan orang lain membutuhkan tingkat toleransi yang sangat tinggi. Kamar bukan lagi hak pribadi tapi hak dan kewajiban berdua. Bukan "bagian gw sebelah sini bagian lo sebelah sana" yang lalu peduli amat sama selain bagiannya. Kebersihan kamar dan kamar mandi adalah tanggung jawab berdua. Air galon juga tanggung jawab berdua. Makanan jajanan bukan cuma milik sendiri. Butuh kepekaan buat paham sama kondisi temen sekamar, sangat butuh.

Pernah gw baca ada quote "Bestfriend is he/she whose weirdness compatible to yours.", iya banget ya? Sahabat terbaik itu selalu punya keanehan (yang lalu kita sebut keunikan) yang cocok sama keanehan kita. Cocok ngga selalu berarti sama, tapi bisa jadi melengkapi. 

Nah, having roommate pun gitu. Having weirdness tolerable to yours. Tingkat joroknya harus tolerable. Gw bukan orang yang super bersih dan doyan banget beres-beres begitu ada yang berantakan. Maka roommate gw harus bisa mentoleransi ini. Kalau dia orangnya bersih banget, minimal kalo lihat berantakan ngga langsung ngomel karena dia paham, gw akan ngeberesin itu semua. Tapi nanti dulu. Itu salah satu contoh simplenya. Kesannya menuntut ya? But seriously, kita ngga bisa tinggal bersama orang yang ngga bisa mentoleransi kita. Misalnya gw punya temen sekamar yang bersiiiihhhh bersinar sunlight :p Ada lho orang yang risih banget lihat buku tergolek nggak pada tempatnya atau ada rontokan rambut yang belum disapu. Bagus siih, bersih. Tapi kalau ngga toleran, temen kamarnya yang akan jadi korban ew serem :p Ketika toleransi ngga ada, suasana kosan ngga akan nyaman karena pasti bakal banyak cekcok. Atau soal lampu tidur. Ada yang ngga bisa tidur kalau gelap, ada yang kalo tidur lampu harus mati. Nah, kalo ngga dikomunikasikan, hal sepele begini bisa bikin hati mengganjal. Aih, punya temen sekamar kosan aja musti begini, apalagi punya temen hidup nanti ya, toleransinya harus jauuuh lebih besar. Apalagi pasti banyak hal dan kebiasaan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. 

Alhamdulillah, Tari toleransinya luar biasa. Gw rajin kok bebersih, haha ini bukan pembelaan diri ya, tapi emang dia lebih rajin dari gw. Tapiii toleransinya tinggi, jadi gw nyaman-nyaman aja. Kami berdebat juga sometimes, ngga selalu akur banget seiya sekata, tapi yaudah. Kalau udah beres bahas, yaudah, beres juga debatnya. Ketika ganti topik, kami kembali kepada state normal. Kami berbisnis Besya bersama. Gw banyak belajar dari dia. Kami tertawa dan bercerita, karena ternyata kami sama-sama extrovert. Good thing for us yay! It's like I am having a sister whom I can learn many things from. How blessed I truly am.

Selalu menyenangkan ya punya orang-orang yang frekuensi becandanya sama, yang sebab ketawanya bisa sama dengan kita. Buat gw, tawa lepas masih jadi salah satu parameter teratas untuk melihat kenyamanan seseorang. Kalau dia nyaman sama gw, dia harus bisa ketawa lepas di depan gw. Aih.

Kelak Allah akan mengumpulkan orang-orang yang Dia rahmati di JannahNya, Ya Rabb semoga Engkau berkenan mengumpulkan aku dan saudariku ini di FirdausMu, dalam kondisi yang jauuuuh lebih baik dari sekarang :)

Free Marketing Short Course? I'm in!

Saturday, November 02, 2013
Teringat pertanyaan waktu sidang tugas akhir, "Rahma, setelah lulus bidang apa yang mau kamu tekuni?" dan jawaban spontan yang terlontar mantap adalah "Marketing Pak!"
29-30 Oktober 2013 lalu, gw ikut Executive Learning Institute-nya Prasetiya Mulya Business School (PMBS). Dari namanya aja udah kebayang siapa pesertanya kan? Senior-senior marketing, ada juga manajer marketing dari perusahaan yang udah tersohor. Astra, Margahayuland Group, United Tracktors, Suzuki, Penerbit Buku Kompas, BRI, Bukopin daaan banyak lagi. Mereka dibayarin kantor untuk ikut short course ini untuk kemudian dishare ilmunya ke tim dan diimplementasikan buat divisi masing-masingnya. Gw? Eitss.. mana ada cerita dibayarin kampus, ngajarnya apa trainingnya apa. Gw ikut bermodal oleh-oleh Bizcamp setahun yang lalu. Dan short course yang gw ikutin kemaren adalah....... *deep inhale* Innovative Marketing Strategy.

Ah, singkat cerita, Bizcamp 2012 lalu tim gw, KISS Team dapet penghargaan The Best Team Work dan salah satu hadiahnya adalah free short course Prasmul yang bisa dipake sampe 2013. Modul yang bisa diambil bebas, ada human resource, inventory, financial, marketing daaaan sebagainya.


Karena buanyak hal, free short course ini baru bisa gw ambil sekarang, in almost last minutes of 2013. Well, selama dua hari itu, it always takes time for me to think for every question like "Darimana?" karena ekspektasi jawabannya bisa dipastikan adalah dari perusahaan mana gw berasal. Maka gw akan menjelaskan dengan singkat tentang hadiah Bizamp ini plus dimana gw bekerja sekarang. I promised to tell you later, huh? Sorry for not making it on time. But I sure will do tell you what, why and where I was up to lately. Clue, I'm staying in Dayeuhkolot.

Our coach was Mr. Ruby Hermanto, consultant and faculty member of PMBS. Terlambat di hari pertama karena harus nahan keringat di macetnya ibukota dalam himpitan sesak kopaja, membuat gw harus menyesuaikan diri dengan materi yang gw skip selama satu jam pertama. Di hari pertama, materi yang diberikan adalah tentang overview strategi Red Ocean dan Blue Ocean yang kemudian difokuskan pada pembahasan blue ocean. To make it short, red ocean berarti kita bersaing di pasar yang sudah banyak pemainnya, yang itu artinya untuk mendapatkan konsumen cara yang paling tokcer adalah dengan memiliki kapasitas produksi yang besar. Sedangkan pada strategi blue ocean, kita bermain di pasar yang masih baru sehingga hampir ngga ada pesaingnya. Caranya tentu saja dengan menekan cost dan meningkatkan value yang bisa ditawarkan buat konsumen. For the rest of the day, kami dikasih materi tentang prinsip-prinsip blue ocean dam gimana mengimplementasikan strategi blue ocean itu. Fufufu seru yeeee, belajar hal semacam ini selalu menyenangkan buat gw. Nah di hari kedua, peserta short course dikasih materi tentang power positioning, creative briefing to inspire agency yang akan menentukan bentuk advertisement kita dan cara membuat konsumen mau melakukan word of mouth. Cool huh? Luar biasa ilmunya!

Datang dengan gelas kosong membuat lebih banyak air bisa tertampung. Gw dateng dengan gelas kosong, dengan ilmu apa adanya yang gw pelajari otodidak dan dari baca majalah Marketeers, dengan pengalaman yang jauuuh dibanding mereka senior-senior marketer itu. Tapi justru itu yang membuat gw bisa menerima ilmu baru dengan efektif. Ilmu ini akan segera gw aplikasikan di Besya aheey!

Jakarta in Two Days
Anyway staying in Jakarta was.........let's do deep inhale, fellas. Kopaja was one of my best friend for that two days. Traffic jam is another one. That's just made me want to stay in Bandung even more. Bandung yang adem, Bandung yang bersahabat, Bandung yang macetnya masih tolerable, Bandung yang mau kemana-mana gampang dan mau nyari apa juga ada.

Special thanks for my girl, Nisa, for giving me a place to sleep. Ternyata ngerasain dua hari naik kopaja dempet-dempetan kaya ikan sarden di dalem kaleng itu ngga gampang. Keringet cucuran, penuh sampe pengap, musti waspada sama tas dan barang bawaan. Super salut sama mereka yang tiap hari ngerasain sesuatu yang gw sebut derita ikan sarden di kopaja atau kereta. Tanpa motivasi yang kuat, rasanya fisik enggan ya harus berdesakan kaya ikan sarden. Motivasi, harapan atas sesuatu yang lebih baik. Gw ngga hanya bicara soal uang dan gaji ya, bear in mind :)

Agak de javu pula dua hari kegiatannya dapet sesi dan materi, coffee break, shalat dan break makan, sesi lagi, coffee break lagi, sesi lagi. Di gedung yang sama, dengan name board yang serupa. Iya, de javu bizcamp 2012 lalu. Salah satu pengalaman paling amazing dengan orang-orang yang super inspiring. Ow hello dear fellas, here me wishing you all be good and stay young.

Jika rutinitas belum memberi celah untuk melakukan hal yang kita sukai, ingat, ada waktu luang yang sering kita abaikan untuk berleha-leha yang bisa sangat potensial untuk menyalurkan hobi itu.